Apakah mungkin terjadi, jika di dalam sebuah teko yang berisi air teh,
tiba-tiba pada saat dituang berubah menjadi kopi ?, atau apakah mungkin jika
air yang ada dalam teko kotor, maka pada saat dituang air itu berubah
menjadi bersih ? pasti akan tetap kotor dan tidak mungkin menjadi bersih,
artinya apa yang ada di dalam teko akan pasti sama dengan yang keluar di
mulut teko.
Demikian juga halnya dengan interaksi sehari-hari (yang menggunakan Ucapan
dan Sikap dalam menyampaikan keinginan). Kita biasa mengatakan “Jaga Mulut mu”, yang sebenarnya itu adalah salah kaprah. Mulut tidak bisa dijaga
karena ia berada di bawah perintah, makanya ia boleh berkata : ”Jangan
salahkan saya, saya hanya menjalankan perintah”.
Sama halnya dengan
mulut teko, juga tidak mau disalahkan karena mengeluarkan air kotor, “Habis,
air yang di dalam tekonya kotor”, katanya.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan bahwa orang yang sedang marah mengeluarkan
kata-kata kasar, membentak, mata melotot dan menggabrak meja, bahkan mungkin
semua nama binatang meluncur dari mulutnya, karena itulah
refleksi dari Suasana Hati yang sedang dirasakannya.
Suasana Hati, wilayah inilah yang harus dikontrol, karena di sinilah pusat
pengendalian terhadap ucapan dan sikap kita dalam berkomunikasi. Kita tentu
memilih kata-kata yang menyenangkan pada saat suasana hati kita dalam
keadaan senang, tapi kita tidak mungkin berucap dan bersikap menyenangkan
pada saat kita kesal.
Bahasa ”Suasana Hati” adalah bahasa awam, dan karena yang dimaksudkan dengan
”Hati” ini adalah salah satu bagian dari otak kita , maka mungkin istilah
yang lebih tepat adalah ”Warna Pikiran”.
Salah satu syarat keberhasilan komunikasi adalah Warna Pikiran dari pihak
yang melakukan komunikasi tersebut dalam keadaan jernih dan tidak diliputi
oleh pikiran yang negatif seperti kesal, angkuh, prasangka buruk,
melecehkan, dan sebagainya, seperti jangan memanggil dan menasihati anak
buah pada saat suasana hati marah dan kesal terhadapnya, karena tujuan untuk menyadarkannya tidak akan tercapai. Yang tercapai adalah bahwa
kita merasa lega karena sudah memuntahkan kemarahan kepadanya.
Jadi, pesan yang ingin disampaikan oleh Filosofi Air Dalam Teko ini adalah
bersihkan air di dalam teko, baru dituang, atau jernihkan suasana hati, baru bicara.